2009/01/04

Self-retrospection…Discovering then Resurrect.


Setelah berbulan-bulan mengemban wajib militer laduni, dikirim menjadi serdadu yang dipaksa mengokang senjata di kurusetra alterego. Lelah mencari komando koordinat paling tepat pada posisi mana saya harus menjaga garis demarkasi. Berimbas kegagalan membunuh ketakutan diantara pusara justifikasi pada gigir pesakitan. Entahlah, memusuhi bengisnya Ken Arok mungkin terkadang merupakan suatu kebodohan, atau malah itulah label kejantanan dijadikan thaghut.

Saya tak sehebat Nietzsche, Syd Barret, ataupun Jean Paul Satre yang dengan cerdas meramu setiap jengkal kegelisahan menjadi amunisi mematikan bagi ledakan sompalan sejarah. Lebih jauh lagi dengan nabi kegelapan, Ian Curtis, menyergap epilepsy dan perselingkuhan berkomparasi kawat jemuran. cuiiih . hijrah kepengecutan yang tak akan sudi saya sembah.

Saya berkali-kali buta, menjelajahi kuis-kuis lembab korset. Karena pendulum eksponen cinta semrawut semakin homogen. Pada cadar yang kebablasan, sungai yang karam, dan perahu tapal kuda dari pelataran kuku ujung palka.

Akhirnya berkat berbagai petuah dari kawan-kawan begitu intim personal yang saya akui otak busuk ini kurang serat, lambat mencerna. Keputusannya adalah membumi ulang jasad. Pada wujud pelik niscaya bahwa perwujudan kadang hampa dan berlaku sebaliknya, kehampaan juga memiliki wujud.

Bahasa yang lebih mudahnya; orang bijak pernah berkata “Kita harus selalu tahu, kapan suatu tahap dalam hidup kita telah berakhir. Kalau kita bersikeras mempertahankannya, padahal kita sudah tidak membutuhkannya, kita akan kehilangan makna bagian hidup kita selebihnya dan terkabur dalam melihat jalan mana yang sebaiknya kita tempuh. Dan ada resiko Tuhan akan mengguncang-guncang kita lebih hebat.”

No comments: