2013/07/07

Saya Meng-kriet Blog Baru

Saya baru saja membuat keputusan. Perihal salah satu bagian hidup saya. Tulis-menulis. Dalam hal ini, saya rasa perlu juga memutuskan media mana yang akan dijadikan lahan bercocok-tulis. Saya sudah mempunyai blog ini untuk menampung ide-ide saya. Namun saya masih merasakan blog ini―dengan alamat blogspot―masih terasa kurang. Kekurangan yang saya rasakan adalah seringkali terpaksa menanggalkan ide-ide yang seliweran di pikiran. Ide tanggal karena setelah direnungkan, jadi terasa kurang oke. Lalu saya batalkan untuk menuliskannya di blog ini.

Nah, hal tersebutlah yang seringkali saya sesali pada akhirnya. Ide terlanjur tanggal, kemudian terlupa, dan tak sempat lagi terpugar. Padahal, setiap ide bertautan dengan suatu kejadian. Kejadian yang terikat erat dengan buhul suatu tempat dan waktu. Saat suatu peristiwa bertemu dan kadang gegar dengan latar pemahaman. Disitulah seringkali ada ide yang terpercik. Mengomentari, mengkritisi, memberi solusi, atau sekedar mencatat peristiwa yang ditemui. Sangat sayang bila momen-momen tersebut hilang. Karena bagi saya, percikan ide merupakan suatu momen magis yang meninggikan derajat manusia.

Buku Paolo Coelho yang berjudul (versi Indonesia) ‘Seperti Sungai yang Mengalir’, memberikan kesan untuk saya sejak kata pembuka darinya. Coelho menceritakan ketika pertama kali mengungkapkan keinginannya menjadi pengarang pada ibunya. Saat itu usianya lima belas tahun―sekitar tahun 1960-an.

Keluarganya tinggal di Brasil kala itu. Sebuah negara yang keaadaan ekonominya mungkin tak jauh berbeda dengan Indonesia. Negara-negara dunia ketiga kala itu sangat sulit untuk menghidupi pengarang secara layak. Sehingga ibunya berupaya sehalus mungkin menolak cita-cita Paolo Coelho muda. Ditambah lagi, Ayah Coelho seorang insinyur, dan pamannya seorang dokter. Sehingga menurut Ibu Coelho, anaknya tersebut tak tahu benar apa itu profesi pengarang.

Hal yang paling menarik adalah hasil riset kecil Coelho mengenai pengarang. Untuk menjawab pertanyaan ibunya apa itu profesi pengarang. Beberapa poin yang dituliskannya (beberapa saya ubah sesuaikan):
(a)  Pengarang seringkali marah tentang segala sesuatu, dan selebihnya ia merasa tertekan. Sebagian hidupnya dihabiskan ditempat minum dan berdebat dengan pengarang-pengarang lain. Omongan-omongannya ‘dalam’. Dan ia selalu punya ide-ide untuk menuliskan sesuatu. Sembari biasanya membenci tulisan-tulisan orang lain yang baru dipublis.
(b) Pengarang memiliki tugas untuk tak bisa dipahami oleh generasinya sendiri. Mereka yakin bila tulisannya terlalu mudah dimengerti, maka hilanglah kesempatan untuk dianggap jenius. Merevisi berulang kali tulisan yang telah dibuat. Bila orang rata-rata memiliki tiga ribu kosakata, pengarang sejati tidak pernah menggunakan satu pun dari kata tersebut. Sebab ada ratusan ribu kata lainnya di dalam kamus.
(c) Pengarang harus memahami istilah membingungkan, misalnya semiotika, hiper-realitas, epistimologi, neo-konkritisme. Sangat gemar membuat orang kaget dengan berkata semisal, “Einstein itu orang bodoh”, atau “Tolstoy adalah badutnya kalangan borjuis”.
(d)   Merayu wanita dengan kata-kata. Seringkali berhasil.
(e) Karena memiliki pengetahuan luas tentang budaya, biasanya pengarang mendapatkan tempat sebagai kritikus seni dan sastra. Sebagai kritikus, dia bisa menunjukkan kemurahan hatinya dengan menulis  tentang buku-buku karangan teman-temannya. Setengah dari ulasan seperti itu berisi kutipan-kutipan dari penulis asing, dan setengahnya lagi berisi analisis-analisis tentang kalimat. Kalimat yang digunakan pun dibuat secergas mungkin. Misalnya, “visi dua dimensi kehidupan yang terintegrasi”, atau “epistemolog mana pun akan kebingungan pada frase bla bla bla kesekian”.
(f) Ketika ditanya apa yang sedang dibacanya, ia menyebutkan buku yang belum pernah didengar oleh orang lain. Dan hanya satu buku yang tak terbantahkan bagi seorang pengarang Ulysses karangan James Joyce. Meski pun kadang mereka tak bisa menceritakannya secara jelas. Karena yah, ehem belum baca.

Coelho menyerahkan pengertiannya tentang profesi pengarang tersebut pada ibunya. Sekaligus kepada pembaca bukunya tentu. Hihihihi ketika membaca ini saya tertawa kecil karena geli. Seorang yang baru belajar membaca dan menulis pun tahu―bahwa apa yang baru saja Coelho sampaikan mengenai definisi pengarang―merupakan uraian yang begitu nyinyir.

Saya teringat dengan tulisan-tulisan saya sendiri. Dulu sering kali saya menulis hal-hal yang absurd. Teringat juga teman-teman penulis, dan para penulis-penulis yang sering saya baca karyanya. Terpukul rata. Hampir semuanya kena sindiran tersebut. Mungkin uraian Coelho tadi adalah apa yang selama ini menghalangi saya untuk segera menumpahkan ide menjadi tulisan. Pengarang yang bla bla bla dan begitu mempersulit. Saya terbawa arus konsep-konsep. Kemudian terlalu takut untuk sekedar menulis secara biasa saja.

Permasalahan lain adalah blog ini sudah terlanjur tematik. Saya tak ingin mengubahnya lagi―setidaknya sampai saat ini. Sedangkan ide-ide yang muncul tak melulu sesuai tema. Sehingga saya memutuskan untuk meng-kriet satu blog baru. Blog yang mencatat setiap ide meski hanya gagasan sepintas. Bahkan kadang tak pantas. Beberapa mungkin kontennya akan sama dengan blog ini. Beberapa ada penyesuaian. Beberapa yang ditulis di blog ini, tidak saya tampilkan di blog satunya dan sebaliknya. Saya belum tau pasti kontennya apa saja. Bikin saja dulu lah. Urusan lain belakangan.

Tentu saya juga tak ingin menggunakan domain blogspot lagi untuk blog baru. Terpikir ‘Wordpress’ atau mungkin ‘Tumblr’. Wordpress memiliki budaya blog yang nyaris sama dengan Blogspot. Sehingga saya tak melihat peluang kebaruan di banyak hal.

Maka akhirnya saya putuskan untuk meng-kriet blog di Tumblr. Alasannya sejauh saya lihat, Tumblr begitu sederhana tampilannya. Dan budaya utamanya adalah ‘following’, posting dan re-blog yang begitu ringkas. Kalau saya boleh mengasosiasikan antar-sosial media, Blogspot dan Wordpress itu seperti Facebook. Sedang Tumblr itu seperti Twitter. Budaya Tumblr seperti Twitter. Ringkas, padat, following, re-blog dan (mirip) life timeline.

Setelahnya saya survey sana-sini untuk menentukan nama. Karena ya, nama akan sangat berpengaruh pada pola pikir saya dan pembaca dalam mengisinya nanti. Akhirnya saya menemukan nama yang ketci, banal, dan membumi. Hasil mencatut banyak ide teman-teman, maka blog baru saya di Tumblr, saya namakan. SUDUT RUANG.

No comments: