2010/07/06

P(h)oet(o)ry In Introduction


Geser manismu menuju netra.

Inkubasi warna dari wicara.
Reposisi kasar menuju rungu.
Jerat tajam hingga menjadi bau.

Sebelum musim hujan selamanya memudar, riwayat cahaya kami jadikan rindu.


Yah, begitulah kira-kira saya memeperkenalkan tema baru di blog ini. Sebuah kamera digital pocket murah yang saya beli beberapa hari lalu menimbulkan euphoria tersendiri. Dikarenakan segala keterbatasannya, terpaksa saya menyajikan hasilnya dengan cara lain, Puitisasi foto. Meskipun tidak akan menutup kemungkinan kedepannya bukan hanya puisi (saja) yang menjadi bahan adonan P(h)oet(o)ry*, namun mungkin juga prosa, cerpen, maupun tulisan imaginatif lain.

*Photo + Poetry = P(h)oet(o)ry.
==========================================================
Lokasi : Pasar Kangen @ Taman Budaya Yogyakarta 2010

Tengoklah igauan masa mudamu!
Ketakutan belum kau gadaikan.
Sepuhan gerigi mempertajam alas kaki telanjang ranjani.
Tanpa harus mampat pada ketidakmampuan bertranslasi,
di bawah ketam jerami realita dan replika samar bergradasi.


Oh indahnya tanpa tahu koorporasi.
Rakitan kidung tak semiris seperangkat digital imporan.
Serupa kanal bising dengan arwah John Lennon,
rupanya irama adalah bagian tubuh kita.


Kita mampu meneguk lagi keringat asam cahaya.
Mengayuh demi waktu yang mulai mencekikmu.
Sebelum paru sesak oleh beratnya karbonasi pekat logam dan asap tebal.


Tuangkan etanol dan atau gliserol secukupnya wahai pemuda!
Peluhmu takkan cukup menggapai semua konstruksi kota.
Mungkin sebaiknya kau juga harus berteduh sesekali.


Atau mengeja aksara guna, menguasai imajinasimu setajam belati.
Hingga akhirnya kini mampat pada kotak flatron 19 inci.


Hari-hari itu, terkuas di atas genting senja berwarna.
Terpatri,
dan abadi.