2009/01/27

The Whitest Boy Alive Guest became Replacement

Fast Forward Record and Aksara Record
The Whitest Boy Alive Guest became Replacement
Gedung RRI Bandung, Jl. Diponegoro No. 61 l December 6th, 2008

Baiklah. Ini adalah peletakan bongkah batu pertama penanda resureksi yang saya janjikan hampir satu bulan sebelumnya. Sebenernya, bagi kalian yang tinggal di Jogja, liputan iseng ini bisa kalian baca di DAB Free Music Magazine #5.

Saya memastikan diri berangkat ke Bandung untuk menghadiri Jens Lekman Kortedela Beauty Centre Tour 2008 karena mendapat SMS dari seorang kawan, Juwita namanya, bahwa The Whitest Boy Alive (WBA) juga akan tampil bersama. Sekedar info, WBA adalah band side project folk-dance/indiepop asal Jerman oleh para musisi yang sudah eksis seperti Erlend Oye (guitar and vocals), Marcin Oz (bass), Sebastian Maschat (drums), Daniel Nentwig (rhodes and crumar).
The Whitest Boy Alive

Sayang sekali, Jens Lekman, solois indiepop asal swedia yang batal datang karena terhambat masalah Flight di RRC. Namun acara tetap berlangsung dengan WBA beralih sebagai bintang utama dan venue tetap sesak. Band-band indie lokal

Astrolab,

Hollywood Nobody,

dan
Homogenic

sukses menjadi warmer up.

Malam itu WBA tampil dengan sangat memukau. Penampilan WBA penuh improvisasi, komunikatif, atraktif, dan set instrumen di stage yang tak biasa (menempatkan semuanya sejajar di depan) membuat sangat sulit sekali bagi saya dan ratusan crowds untuk tidak terkesan dengan aksi panggung WBA malam itu. Berkali-kali saya terangguk jumawa tak terkendali bahagia dengan keberuntungan tersebut. Bahkan Erlend Oye sempat menarik tangan salah seorang crowd wanita untuk berdansa bersamanya di atas stage. Unforgettable show, anyway.

Selanjutnya saya akan lebih membahas tentang kesenangan-kesenangan hedonis sehari-hari saya, seperti ; film yang saya anggap bermutu, proses kreatif pada beberapa lirik, cerpen, atau puisi bodoh saya, buku yang saya baca, tempat-tempat yang memukau, dan bla bla bla yang saya inginkan kalian tahu dengan atau tanpa kalian butuhkan atau pun inginkan.

2009/01/04

Self-retrospection…Discovering then Resurrect.


Setelah berbulan-bulan mengemban wajib militer laduni, dikirim menjadi serdadu yang dipaksa mengokang senjata di kurusetra alterego. Lelah mencari komando koordinat paling tepat pada posisi mana saya harus menjaga garis demarkasi. Berimbas kegagalan membunuh ketakutan diantara pusara justifikasi pada gigir pesakitan. Entahlah, memusuhi bengisnya Ken Arok mungkin terkadang merupakan suatu kebodohan, atau malah itulah label kejantanan dijadikan thaghut.

Saya tak sehebat Nietzsche, Syd Barret, ataupun Jean Paul Satre yang dengan cerdas meramu setiap jengkal kegelisahan menjadi amunisi mematikan bagi ledakan sompalan sejarah. Lebih jauh lagi dengan nabi kegelapan, Ian Curtis, menyergap epilepsy dan perselingkuhan berkomparasi kawat jemuran. cuiiih . hijrah kepengecutan yang tak akan sudi saya sembah.

Saya berkali-kali buta, menjelajahi kuis-kuis lembab korset. Karena pendulum eksponen cinta semrawut semakin homogen. Pada cadar yang kebablasan, sungai yang karam, dan perahu tapal kuda dari pelataran kuku ujung palka.

Akhirnya berkat berbagai petuah dari kawan-kawan begitu intim personal yang saya akui otak busuk ini kurang serat, lambat mencerna. Keputusannya adalah membumi ulang jasad. Pada wujud pelik niscaya bahwa perwujudan kadang hampa dan berlaku sebaliknya, kehampaan juga memiliki wujud.

Bahasa yang lebih mudahnya; orang bijak pernah berkata “Kita harus selalu tahu, kapan suatu tahap dalam hidup kita telah berakhir. Kalau kita bersikeras mempertahankannya, padahal kita sudah tidak membutuhkannya, kita akan kehilangan makna bagian hidup kita selebihnya dan terkabur dalam melihat jalan mana yang sebaiknya kita tempuh. Dan ada resiko Tuhan akan mengguncang-guncang kita lebih hebat.”