2010/02/17

LoveHateLifeInTheMachine Topchart

Sungguh tidak syah bagi sebuah media yang memiliki muatan musik di dalamnya, jika tidak mencantumkan semacam Top Chart atau pun Playlist dalam suatu kala periode tertentu. Tidak afdhol mungkin. Meski saya tidak tahu mengapa demikian, tapi agar blog ini lebih kaffah atau komprehensif, ya saya juga mbuat lah! Itung-itung turut mempopulerkan musisi yang karya-karyanya menemani saya dengan mesra.

1.Scarlett Johansson - Anywhere I Lay My Head
Genre : Indiepop/Dreampop/Female Singer
Benchmarks : Blonde Redhead, Cocteau Twins, Strawberry Switchblade
Unduh Album !




2.Manic Street Preachers - Journal For Plague Lovers
Genre : British Indierock/pop
Benchmarks : Ash, Mansun, U2
Unduh Album !




3.Zoo – Trilogi Peradaban
Genre : Noise-Freejazz/Math-Rock/Ethnic
Benchmarks : Saya tidak menemukan band yang benar-benar mirip dengan mereka ! (Mungkin) Ruins, Magma, (sedikit) Melt Banana
Unduh Album !




4.Wire - Pink Flag
Genre : Post-punk/Garage-Street Punk/Neo Glam
Benchmarks : Buzzcocks, Talkingheads, The Cribs, The Rakes
Unduh Album !




5.Cornelius – Sensuous
Genre : Shibuya-key/Electronic/Experimental
Benchmarks : Flipper's Guitar, Ryoji Ikeda, Cibo Matto
Unduh Album !




6.Death Cab For Cutie - Narrow Stairs
Genre : Indierock/Pop/Folkrock
Benchmarks : Radiohead, The Verve, Kaiser Chiefs, Travis
Unduh Album !





7.The Jesus & Mary Chain – Darkland
Genre : Shoegaze/Drone/Post-punk
Benchmarks : My Bloody Valentine, Skywave, Slowdive
Unduh Album !




8.Discus - ...tot licht!
Genre : Indonesian Art-progressive Rock/Avant-garde
Benchmarks : (Early) Dream Theater, (early) Genesis
Unduh Album !




Selamat Menikmati !

2010/02/14

Paste Magazine



I’ve been regretting if I will be squirreled away in Barzakh. Oh God! I just knew this blessed media.” Saya tidak sedang melebih-lebihkan penyesalan saya. Pada terbitannya yang ke-60 kalinya, saya baru mendownload versi PDF dari majalah ini. Padahal, media lokal yang biasa saya percaya semacam Wastedrockers, sering mengutip ulasan-ulasan dari media ini. Saya curiga (bukan menuduh), mungkin media semacam Jakartabeat mengikuti tampilan dari media ini.

Paste Magazine, adalah media yang dapat kalian andalkan ke-shahih-an matan-nya. Konten berimbang, antara resensi music, film, buku, interviews, info artist, bahkan hingga TV show program diulas dengan sangat baik. Disertai dengan Jurnalis-jurnalis yang benar-benar memahami apa yang sedang ia katakan dan bagaimana mempertanggungjawabkannya di depan publik pembaca. Para jurnalisnya juga sering membuat jokes dan leksikon-leksikon baru untuk menyebut beberapa gejala tertentu.

Tak perlu bertele-tele! Bagi kalian para kritikus, jurnalis, pengamat, penikmat, penggagah, musisi, filmmaker, web/media layouter, bahkan penggali kubur (hahahah) atau siapa sajalah. “If you're after a reference for your own personal brightness, you'd do better to chase down, Paste Magazine!

Silahkan klik disini !
oya, bagi yang punya link edisi-edisi sebelumnya, mohon bantuannya untuk berbagi.

2010/02/07

“Kill Your Idols”, Kanon Pembunuh Idola-Idolamu.


Ketika para rocker militan menjenuhkan kemapanan substansi dan estetika Punk, dan kala itu, akhir 1970-an menjadi sebuah embrio dari spirit redefinisi pemberontakan. Mengambil sudut pandang John Savage, seorang jurnalis musik pada interview film “Live Forever”, bahwa kutub musik memang bagaikan pendulum yang bergerak tik-tok-tik-tok antara UK-US-UK-US.
Jika era pasca kemapanan Punk yang digadang para media dengan titel Post-punk di UK, atau apalah namanya, maka pergerakan yang sama di US bertitel No Wave. Kedua gerakan tersebut juga terintegrasi dengan selera musik, dan cara berpikir sebagai sebuah subkultur.

Kill Your Idols, merupakan dedahan berwujud film dokumenter yang sangat recommended untuk memahami gerakan No Wave, karena film ini mengumpulkan sudut pandang dari pencetus-pencetusnya secara langsung ; Martin Rev (Suicide), Lydia Lunch dan Jim Sclavunos (Teenage Jesus and The Jerk), Arto Lindsay (DNA), J.G. Thirwell (Foetus), dan Glenn Branca (Theoritical Girls). Disajikan juga pandangan dari musisi tabi’in/tabi’at No Wave generasi awal ; Lee Ranaldo dan Thurston Moore ( Sonic Youth), juga Michael Gira (Swans).

Meskipun demikian, Kill Your Idols bukanlah sekedar film dokumenter sederhana yang hanya melegitimasikan manifesto No Wave. Bukan hanya berisi interview yang dimulai kalimat usang “ Oh yeah, I remember when I was…”, kemudian memainkan ulang video rekaman performance hasil konversi banal dari gulungan pita VHS, tapi juga lebih kepada melihat No Wave sebagai gerakan seni dan bagaimana ia mempengaruhi musik hari ini. Saya melihat (setidaknya secara garis besar) ada empat bagian terpenting dalam film ini, dimulai dengan retrospeksi generasi awal pada tahun 70-an (Teenage Jesus and Jerks, Contortions, Suicide, DNA, dll), band-band tahun 80-an awal yang diilhami oleh gerakan No Wave (Swans, Sonic Youth dan Foetus), penjajaran band-band yang lebih baru (Liars, Yeah Yeah Yeahs, A.R.E. Weapons, Gogol Bordello, Flux Information Sciences, dan Black Dice), dan bagian akhir adalah analisa tentang bagaimana band-band baru kehilangan titik ke-No Wave-an. Serta satu tambahan daerah samar ketika tiba-tiba membahas “The Strokes” yang padahal notabene-nya, tidak mewarisi No Wave.

Interview yang dusuguhkan secara terpotong-potong, langsung, dan cepat namun berkesinambungan, memberikan perasaan yang cukup jerky bagi saya. Gaya tutur Lindsay reflektif, Sclavunos yang humoris, Lydia Lunch dengan penuh kemarahan, dan juga Thirwell dipenuhi lontaran penghinaan, menjadikan interview mampu mewakilkan perbedaan attitude yang mendasar dari para narasumber. Salah satu hal yang menarik dari film ini hingga membuat saya memperlebar lensa retina dan mempertajam daya getar kedua kendang telinga adalah pengusutan dua generasi yang secara bersamaan saling memuji dan juga mengutuk dari generasi satu dengan generasi lain.

Perhatian spesial saya tujukan untuk Lydia Lunch. Selain ia adalah satu-satunya wanita wakil generasi tua, kemarahan dan kriktik-kritiknya terhadap generasi sekarang merupakan wujud kulminasi kekecewaan akut. Lunch mempertanyakan penghisapan semangat, root, sound, dan essensi No Wave oleh band-band yang menjadi idola saat ini semacam Yeah Yeah Yeahs dll. Sesungguhnya mereka sedang mengahadapi amnesia semangat awal tentang bagaimana berimajinasi, anti-estetika, tidak disukai, anti-korporat, nihilist, Dadaist, dan how to create something new. Lunch mungkin memang berlebihan, tapi setidaknya ia telah berhasil menanamkan di kepala saya guilty, atau bahkan menyesal karena telah mengidolakan Karen O dkk.

2010/02/01

Kyai Fatahillah

Merujuk pada postingan sebelumnya (mengenai identitas). Maka, saya tertarik untuk mempublikasikan lebih luas tentang kelompok musik yang satu ini. Seperti halnya postmodern dengan semangat diversivikasinya, atau mediasi status quo dengan modernitas melalui jembatan avant-garde. Karena cermin telah menjawab bahwa nilai kuasa bukan semata disebabkan oleh generalisasi.
***


Jika kalian pernah menonton film "Garasi" (2006), arahan Agung Sentausa, dengan starting Fedy Nuril, Ayu Ratna, Desta, dll, tentu kalian ingat pada bagian terakhir, band berkolaborasi dengan sebuah grup musik gamelan. Inilah mereka Kyai Fatahillah. (biografi lebih lengkap baca di myspace mereka!).
Melumat tatanan elektronik dengan lintas gamelan. Menariknya, meski kelompok tersebut terlahir dari ibu tanah Sunda, Bandung, namun saya tidak hanya mendengar unsur gamelan sunda dalam komposisi musik mereka (hampir semua ragam gamelan mereka eksplor). Mencantumkan free-jazz diantara ketukan fushion gamelan, mengambang pada ancient-ambient dihantamkan kerumitan avant-garde, dan seterusnya-dan seterusnya. Hingga kelompok ini layak untuk kalian simak.


***
Menunjukkan siapa kita, siapa kalian, siapa mereka, adalah penting. Bukan untuk tujuan manifesto, tapi rehumanisai yang bertoleransi. Sehingga pembebasan pada akhirnya selalu pada garis absurd-equilibrium.

Download link (sample) :

http://rapidshare.com/files/244608050/Kyai_Fatahillah.rar.html